Bantaeng, 09/06 – 2014 – Lengkap sudah para pejabat dan wakil rakyat yang datang
ke Bantaeng melakukan study banding. Mulai dari Papua hingga Aceh, para
petinggi negeri tersebut belajar berbagai hal.
Mulai dari bidang pertanian,
perikanan, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), bidang pelayanan kesehatan, syariat
Islam hingga budaya dan pariwisata.
Para petinggi rakyat Aceh di Dewan
Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen misalnya, melakukan study banding
penyelenggaraan Syariat Islam, kebudayaan dan pariwisata.
Para wakil rakyat dari daerah
berjuluk Serambi Mekah itu dipimpin Wakil Ketua DPRK Bireuen, Zulfikar (Partai
Demokrat), bersama Ketua Komisi E, Fadli Yusuf (Partai Aceh).
Rombongan lainnya masing-masing Hj Nurbaeti
(PPP), Tengku H Rais Mustafa, Tengku Zakariah Ibrahim, Tengku M Ali Usman
masing-masing dari Partai Aceh.
Zulfikar mengatakan, untuk
menjangkau Kabupaten Bantaeng, rombongannya menghabiskan waktu 2 hari dari
Bireuen ke Aceh kemudian ke Jakarta. Dari ibukota Negara ke Makassar
selanjutnya ke Bantaeng.
Meski terasa lelah dalam perjalanan,
namun begitu menginjakkan kaki ke daerah ini, rasanya menjadi lain. ‘’Rasa
lelah menjadi sirna dan berubah menjadi semangat. Sangat luar biasa,’’ terang
politisi dari Partai Demokrat itu.
Kabupaten Bireuen yang memiliki luas
1900 Km2 dengan penduduk 405 ribu jiwa kini telah berusia 14 tahun. Daerah ini
memiliki 17 kecamatan, 609 desa, jelasnya.
Ketua komisi bidang Pariwisata,
Olahraga dan keistimewaan Aceh, Fadli Yusuf mengatakan, dari sisi
historis, ada kesamaan antara kedua daerah.
‘’Kini, setelah perjanjian Helsinki
yang mengharuskan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) meletakkan senjata, ingin
melakukan tahun kunjungan (visit years) tahun 2018 mendatang.
Seiring dengan maksud tersebut,
Pemda ingin melakukan pengembangan kota. Karena itu, kami ke Bantaeng untuk
memperoleh informasi tentang pengembangan kota dari kota mati menjadi seperti
sekarang.
‘’Kami ingin mendapat ilmunya,
bagaimana proses pengembangannya , termasuk bidang pariwisata dengan membuka 3
kawasan pantai tanpa bersinggungan dengan pelaksanaan syariat Islam,’’ jelas
Fadli Yusuf ketika diterima plt Sekda H Abdul Latief Naikang di
ruang rapat pimpinan Kantor Bupati Bantaeng, Senin (9/6).
Selain pengembangan pariwisata, para
wakil rakyat dari daerah yang pernah ditimpa bencana sunami itu juga
mempertanyakan hubungan adat dan budaya serta pengelolaan bantuan sosial.
Plt Sekda Kabupaten Bantaeng H Abdul
Latief Naikang pada kesempatan itu didampingi Ketua Komisi B DPRD Bantaeng
Yusuf Badjido, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata H Hartawan Zainuddin,
mantan Kadis Pariwisata yang kini Kepala Badan Kepagawaian Daerah (BKD) H Asri
Syachrun.
Selain itu, hadir pula Kepala Kantor
Kementerian Agama Bantaeng Abubakar dan sejumlah pimpinan SKPD, termasuk
sejumlah Camat di daerah berjarak 120 kilometer arah selatan Kota Makassar,
ibukota Provinsi Sulsel.
Abdul Latief Naikang mengatakan,
daerah yang memiliki wilayah terkecil di Sulsel ini pernah dijadikan pusat
pemerintahan pada zaman Belanda (afdeling) yang membawahi sejumlah kabupaten di
selatan Sulsel.
Bantaeng juga pernah masuk dalam
kategori daerah tertinggal, namun di bawah kepemimpinan HM Nurdin Abdullah,
daerah berjuluk Butta Toa ini bangkit memimpin daerah di bagian selatan Sulsel.
Kini, Pemda fokus pada sejumlah
pelayanan kepada masyarakat, baik di bidang kesehatan maupun di bidang lainnya.
Kehadiran Brigade Siaga Bencana (BSB) yang telah menjadi contoh nasional bahkan
juga membantu daerah tetangga.
Layanan berbasis telepon 113
tersebut siaga 24 jam ditunjang tenaga dokter dan perawat serta fasilitas
ambulance canggih bantuan Jepang.
Tentang syariat Islam, secara
khusus, Bantaeng belum memiliki Perdanya, namun sejumlah Perda yang mengarah ke
Syariat Islam sudah lama diberlakukan misalnya saja Perda Minuman Keras
(Miras), Perda Zakat dan Perda soal pemakaian jilbab bagi kaum wanita.
Khusus menjaga akar budaya agar
tidak hilang, Pemda tetap menjaga kearifan lokal yang mampu memperkuat akar
budaya masyarakat, jelasnya.(hms)
0 komentar: