SETELAH dilantik 6 Agustus 2008, pasangan Bupati dan Wakil Bupati HM
Nurdin Abdullah/HA Asli Mustadjab (Nurani) langsung tancap gas. Langkah awal
yang dilakukan adalah penanggulangan banjir tahunan yang selalu merendam Kota
Bantaeng.
Pasangan Nurani yakin, tanpa
penanggulangan banjir, sulit membangun kota yang berjarak 120 kilometer arah
selatan Kota Makassar, ibukota Provinsi Sulsel.
Survey-pun dilakukan dan akhirnya
berhasil diidentifikasi penyebab banjir yang setiap tahun merendam kota bersama
rumah jabatan Bupati. Sumber banjir diidentifikasi pada delapan sungai kecil
yang bertemu di Sungai Balang Sikuyu di Kelurahan Karatuang, Kecamatan
Bantaeng.
Setelah identifikasi, maka
dicanangkanlah pembangunan cekdam di lokasi berjarak 5 kilometer arah utara
Kota Bantaeng tersebut. Tentu saja, tidak semua tokoh masyarakat, termasuk para
wakil rakyat merespon baik.
Terlebih banyak yang kurang memahami
keahlian sang Bupati. Masyarakat hanya mengetahui, HM Nurdin Abdullah sebagai
dosen Unhas dan pengusaha. Padahal, gelar Doktor diraih di Kyusu University
Jepang dengan keahlian river engineering.
Nurdin Abdullah tak bergeming atas
berbagai kritikan untuk membangun Cekdam. Ia kemudian berupaya mendapat dana
dari pusat. Gayung bersambut, ada dana ad-hock sebesar Rp 14 miliar.
Maka dimulailah pembangunan Cekdam
serbaguna yang kini sudah dirasakan manfaatnya. Sejak Cekdam itu hadir,
Kabupaten berjuluk Butta Toa ini terhindar banjir.
Cekdam Balang Sikuyu bahkan menjadi
fasilitas rekreasi baru masyarakat. Selain bisa bersantai disekitar Cekdam,
masyarakat juga bisa mancing. Festival mancing bahkan sudah dilakukan beberapa
kali di tempat itu.
Setelah Cekdam, HM Nurdin Abdullah
kemudian menyisir kegiatan lain. Dalam waktu yang hampir bersamaan, juga
dibangun Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Desa Beru Kecamatan Eremerasa.
Proyek bernilai Rp 12 miliar
tersebut mengalirkan airnya ke Kecamatan Pa’jukukang, Kecamatan yang selama ini
dianggap terbelakang dan banyak warga miskin dan sejak Indonesia merdeka belum
pernah menikmati air bersih.
Infrastruktur lain, termasuk jalan
pinggir pantai Lamalaka juga mendapat perhatian, sedang di bagian timur yang
berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, dibangun fasilitas wisata pantai. Namanya
Pantai Marina.
Tak hanya di kota dan sekitarnya, di
gunung (dataran tinggi), Bupati Bantaeng periode 2008/2013 itu membangun
kawasan agrowisata. Tidak tanggung-tanggung, kawasan agro di Kecamatan Uluere
memilih pengembangan buah apel dan strawberry.
Kedua tanaman yang bibitnya di
datangkan dari Pulau Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur) diyakini cocok dengan
kondisi alam Uluere. Proyek agrowisata inipun banyak mendapat kritikan.
Banyak yang tidak percaya, apel dan
strawberry bisa tumbuh dan berbuah di kawasan yang sudah mulai tandus akibat
proyek pengembangan jagung yang membabat habis hutan kemiri.
Untuk menjawab berbagai kekhawatiran
tersebut, Nurdin membawa petani yang berminat menanam apel dan strawberry ke
Batu, Malang, Jawa Timur dan Ciwedei, Jawa Barat.
Hasil kunjungan petani itu kemudian
dikembangkan kedua tanaman yang tak hanya menjadi penghijauan tetapi juga
bernilai ekonomi tinggi.
Data Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Bantaeng menunjuk angka 60 ribu pohon telah tumbuh dengan baik,
bahkan di kawasan Balai Benih milik Dinas Pertanian yang menjadi percontohan,
sudah berhasil panen buah apel beberapa kali.
Belum lagi, strawberry yang semakin
banyak diminati. Buah berwarna merah berbentuk hati itu membuka mata pengunjung
dari berbagai daerah karena masih banyak yang belum pernah melihat langsung
tanaman beraroma manis dan sarat vitamin tersebut.
Di kota, pasangan Nurani membangun
alun-alun, Anjungan Pantai Seruni. Sedang di Lamalaka, setelah semak belukar
disulap menjadi jalan, menjadi kawasan kuliner.
Dengan fasilitas yang sudah
terbangun tersebut, kini masyarakat memiliki banyak pilihan. Sesuatu yang
sangat berbeda bila dibandingkan pada kondisi 2008. Maka, jangan heran bila
banyak yang menilai, Nurdin Abdullah berhasil menyulap Bantaeng.
0 komentar: